Rabu, 28 November 2012

KERUSAKAN AKIBAT PENAMBANGAN EMAS



KERUSAKAN AKIBAT PENAMBANGAN EMAS

            Kasus Newmont pada dasarnya hanya puncak sebuah gunung es besar. Siti Maimunah dari Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) memastikan semua operasi pertambangan membawa akibat yang tidak kecil pada lingkungan. ”Pengerukan lahan saja sudah menimbulkan kerusakan. Penambangan juga industri yang rakus air. Belum lagi soal pembuangan limbah,” ujarnya pekan lalu.
Pada dasarnya ada tiga jenis limbah yang muncul akibat operasi pertambangan. Pertama, overburden atau tanah buangan hasil pengerukan. Kedua, tailing. Ini sering jadi masalah karena jumlahnya besar dan mencemari air. Dan ketiga, air asam tambang yang potensial terbentuk saat permukaan bumi dibuka sehingga unsur tanah tidak seimbang dengan udara.
”Kita hanya menyebut kerusakan lingkungan itu pada tempatan (lokasi penambangan). Padahal ini masalah dari hulu hingga ke hilir,” kata Siti.
Berikut beberapa kasus pertambangan emas yang sempat dicatat TEMPO.

Penambangan Liar
Selain pertambangan resmi, penambangan liar juga memberikan kontribusi bagi kerusakan lingkungan.
Tersebar di beberapa wilayah Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku, tapi luasnya tidak terdeteksi dengan baik.

PT Barisan Tropikal Mining
Klaim Jatam: Penambangan di Bukit Tembang, Desa Sukamenang, Kecamatan Muara Tiku, Kabupaten Musi Rawas, Sumatera Selatan, mengakibatkan kerusakan hutan. Setelah ditutup tahun 2001, banyak masyarakat sakit pernapasan, sakit perut, gatal-gatal, air sungai keruh, ikan susah didapat.


PT Indo Muro Kencana
Klaim Jatam: Penambangan emas di Barito Utara, Kalimantan Tengah, ini mengakibatkan pencemaran sungai dan kawasan pertambangan. Air Sungai Manghakui, yang melalui Desa Oreng Kecamatan Tanah Siang, yang semula jernih, jadi keruh. Ikan pun tidak bisa dikonsumsi.
PT Aneka Tambang
Klaim Jatam: Kerusakan lingkungan di lokasi penambangan emas di Gunung Pongkor, Jawa Barat. Konflik dengan penambang emas liar.
Jawaban Aneka Tambang: Lingkungan rusak akibat penambang liar.
PT Kelian Equatorial Mining
Klaim Jatam: Sungai Kelian, Kabupaten Kutai, Kalimantan Timur, tercemar sianida (CN) dan merkuri (Hg) akibat penambangan emas dan perak
PT Kelian Equatorial Mining (KEM).
Jawaban PT KEM: Pencemaran karena penambangan liar. Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda) Kal-Tim pernah melakukan pengujian dan hasilnya masih di bawah ambang batas kandungan logam berat dalam air. Lahan bekas tambang rencananya akan dijadikan hutan lindung.
PT Newmont Nusa Tenggara
Klaim Jatam : Pipa limbah tambang emas di Batu Hijau, Sumbawa, pernah bocor.
Jawaban Newmont: Kebocoran langsung diatasi. Yang keluar campuran bahan tidak beracun.
PT Newmont Minahasa Raya
Klaim Jatam: Newmont Minahasa Raya (NMR) membuang tak kurang dari 2.000 ton limbah ke Teluk Buyat, Sulawesi Utara, menggunakan pipa sepanjang 900 meter. Penelitian Walhi menunjukkan tiap tahun kadar merkuri di Teluk Buyat meningkat. Ratusan warga menderita berbagai penyakit kulit.
NMR: Tidak ada pencemaran. Tailing Newmont Minahasa yang dibuang ke perairan tidak hitam, tapi merah.

PT Freeport Indonesia
Klaim Jatam: Pengerukan tembaga dan emas meninggalkan lubang raksasa sedalam 700 meter. Danau Wanagon menjadi tumpukan batuan limbah (overburden) yang sangat asam dan beracun. Tiga sungai utama di Mimika—Sungai Aghawagon, Sungai Otomona, dan Sungai Ajkwa—jadi tempat pembuangan tailing.
Jawaban PT Freeport Indonesia:
Tailing dan limbah sudah diolah. Reklamasi dan penghijauan sudah dilakukan. PT Freeport Indonesia juga yang pertama menggunakan sistem pengelolaan lingkungan berstandar ISO (Organisasi Standardisasi Internasional) 14001.
Sumber: data diolah dari Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) dan publikasi tiap perusahaan

Si Pembawa Maut
Antimon
Antimon (Sb) sudah dikenal sejak abad ke-17. Terdiri dari dua bentuk, metal padat berwarna perak dan serbuk halus berwarna abu-abu. Banyak digunakan dalam industri untuk menguatkan metal lainnya. Juga untuk baterai, peluru, dan pelapis kabel.
Arsenik
Arsenik (As) adalah logam toksik yang terdapat di alam, air, dan batu. Berwarna abu-abu, berbentuk kristal, dan rapuh. Jika dikonsumsi dalam jangka waktu lama bisa menyebabkan kematian dan penyakit lain. Susah dideteksi karena tidak berbau dan tidak terasa.
Merkuri
Merkuri (Hg) atau air raksa. Sudah digunakan sejak masa Mesir kuno 1.500 tahun sebelum Masehi. Keracunan merkuri mengakibatkan kerusakan permanen pada otak, sistem saraf, paru-paru, usus, ginjal, dan bahkan kematian.
Alternatif Pengolahan Limbah Logam Berat
Sistem pembuangan limbah padat (tailing) seperti dilakukan PT Newmont Minahasa Raya di Teluk Buyat berisiko tinggi. Maklumlah, teknologi pembuangan tailing yang disebut submarine tailing disposal (STD) ini menggunakan prinsip termoklin alias membuang limbah ke dasar laut.
Menurut Hazardous Substance Research Center di St. Louis, Amerika Serikat, ada dua teknologi alternatif untuk mengolah limbah padat berkandungan merkuri (Hg) dan arsenik (As), yaitu low temperature thermal desorption (LTTD), atau teknologi phytoremediation.


Low Temperature Thermal Desorption
Material diuraikan pada suhu rendah (< 300 derajat Celsius) dengan pemanasan tidak langsung serta kondisi tekanan udara lebih kecil dari 1 atmosfer. Material akan lebih mudah diuapkan daripada dalam kondisi tekanan tinggi. Dengan sistem ini, polutan merkuri dan arsen akan menguap (desorpsi), sedangkan limbah padat yang telah bersih dari polutan dapat dibuang ke tempat penampungan.
Keunggulan: Proses pengolahan cepat, investasi peralatan murah.
Kelemahan : Daerah buangan terbatas.
Phytoremediation
Menggunakan pohon, rumput, atau tanaman lain sebagai alat pengolah bahan pencemar. Limbah padat atau cair yang akan diolah ditanami tanaman tertentu yang menyerap, mengumpulkan, mendegradasi bahan-bahan pencemar dalam limbah.
Keunggulan: Mudah dan murah.Kelemahan: Perlu waktu lama dan pupuk untuk menjaga kesuburan tanaman. Limbah di bawah tanah tak terjangkau. Tanaman kemungkinan beracun.

( sumber : http://majalah.tempointeraktif.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar