Selasa, 27 November 2012

Pengertian pertambangan dan gambaran pertambangan di indonesia


Pengertian pertambangan dan gambaran pertambangan di indonesia



Pengertian Tambang 
1.   Suatu penggalian yang dilakukan di bumi untuk memperoleh mineral (Hartman,1987)
2.   Lokasi kegiatan yang bertujuan memperoleh mineral bernilai ekonomis (kamus istilah teknik pertambangan umum, 1994).

Pengertian Pertambangan 
1.   Sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian,pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum,eksplorasi,studi kelayakan,konstruksi,penambangan,pengolahan dan pemurnian,pengangkutan dan penjualan,serta kegiatan pesca tambang (UU No 4 Tahun 2009) 
2.   Kegiatan,pekerjaan dan industri yang berhubungan dengan ekstraksi mineral (Hartman,1987) 
3.   ilmu pengetahuan,teknologi dan bisnis yang berkaitan dengan industri pertambangan mulai dari prospeksi,eksplorasi,evaluasi,penambangan,pengolahan,pemurnian sampai dengan pemasarannya (kamus istilah teknik pertambangan umum,1994)

Pengertian Teknik Pertambangan 
Suatu "seni"/rekayasa dan ilmu pengetahuan yang diterapkan pada proses penambangan dan operasional tambang (Hartman,1987) 

Mineral 
Benda padat anorganik dan homogen yang terbentuk secara alamiah,mempunyai sifat0sifat fisik dan kimia tertentu,dapat berunsur tunggal (Au,Cu,Ag) atu persenyawaan (NaCl, CaCO3) 

Batubara 
Endapan senyawa organik karbonan yang terbentuk secara alamiah dari sisa tumbuh-tumbuhan 

Bijih 
Mineral yang memiliki kegunaan dan nilai tertentu yang dapat diekstrak/ditambang secara menguntungkan (Hartman,1987) 

Tahapan-tahapan kegiatan penambangan (berdasarkan UU No. 4 Tahun 2009) : 
1.   Penyelidikan Umum,tahap kegiatan pertambangan untuk mengetahui kondisi geologi regional dan indikasi adanya mineralisasi
2.   Eksplorasi,tahap kegiatan pertambangan untuk memperoleh informasi secara terperinci dan teliti tentang lokasi,bentuk,dimensi,sebaran,kualitas dan sumber daya terukur dari bahan galian,serta informasi mengenai lingkungan sosial dan lingkungan hidup
3.   Studi Kelayakan,tahap kegiatan usaha pertambangan untuk memperoleh informasi secara rinci seluruh aspek yang berkaitan untuk menentukan kelayakan ekonomis dan teknis usaha pertambangan,termasuk analisis mengenai dampak lingkungan serta perencanaan pasca tambang
4.   Operasi Produksi,tahap kegiatan pertambangan yang meliputi konstruksi,penambangan,pengolahan,pemurnian,termasuk pengangkutan dna penjualan serta sarana pengendalian dampak lingkungan sesuai dengan hasil studi kelayakan 
5.   Konstruksi,kegiatan usaha pertambangan untuk melakukan pembangunan seluruh fasilitas operasi produksi,termasuk pengendalian dampak lingkungan
6.   Penambangan,bagian kegiatan usaha pertambangan untuk memproduksi mineral dan/atau batubara dan mineral ikutannya
7.   Pengolahan dan Pemurnian,kegiatan usaha pertambangan untuk meningkatkan mutu mineral dan/aau batubara serta untyk memanfaatkan dan memperoleh mineral ikutan.
8.   Pengangkutan,kegiatan usaha pertambangan untuk memindahkan mineral dan/atau batubara dari daerah tambang dan/atau tempat pengolahan dan pemurnian sampai tempat penyerahan
9.   Penjualan,kegiatan usaha pertambangan untuk menjual hasil pertamabangan mineral atau batubara
10.                Reklamasi,kegiatan yang dilakukan sepanjang tahapan usaha pertambangan untuk menata,memulihkan dan memperbaiki kualitas lingkungan dan ekosistem agar dapat berfungsi kembali sesuai peruntukannya
11.                Kegiatan Pascatambang,kegiatan terencana,sistematis dan berkelanjutan setelah akhir sebagian atau seluruh kegiatan usaha pertambangan untuk memulihkan fungsi lingkungan alam dan fungsi sosial menurut kondisi lokal di seluruh wilayah penambangan

Pertimbangan Dasar Rencana Penambangan 
Pertimbangan Ekonomis 
1.   Cut Off Grade (COG) ,ada 2 pengertian dari cut off grade yaitu :1)kadar endapan bahan galian terendah yang masih menguntungkan apabila ditambang,2)kadar rata-rata terendah yang masih menguntungkan apabila ditambang. Cut off grade inilah yang akan menentukan batas-batas atau besarnya cadangan serta menentukan perlu tidaknya dilakukan pencampuran (mixing/blending) antara endapan bahan galian yang berkadar tinggi dengan berkadar rendah 
2.   Break Even Stripping Ratio (BESR),yaitu perbandingan antara biaya biaya penggalian endapan bijih (ore) dengan biaya pengupasan tanah penutup (overburden)

Pertimbangan Teknis 
1.   Penentuan ultimate pit limit,yaitu batas akhir atau paling luar dari suatu tambang terbuka yang masih diperbolehkan dengan kemiringan lereng yang masih aman.
2.   Pertimbangan struktur geologi yang dominan yang terdiri dari 1) perlapisan dan perlipatan,2)sesar dan patahan,3)cleavage.
3.   Pertimbangan geometri yang terdiri dari 1)geometri jenjang,2)jalan tambang
4.   Stripping ratio (SR) yaitu perbandingan antara jumlah bijih yang harus dipindahkan dengan jumlah batuan penutup (overburden)
5.   Pertimbangan hidrologi dan hidrogeologi,yaitu berupa sungai,air permukaan (air hujan) dan air tanah. Penanganannya dapat berupa mine drainage (mencegah air masuk kedalam tambang) dan mine dewatering(mengeluarkan air yang telah masuk kedalam tambang)

Sumber : http://endah121.blogspot.com/2010/01/pengertian-tambangtahap-tahapnya.html

nah, bagaimana kondisi pertambangan di indonesia ?
menurut sumber 
Pertambangan Indonesia Hadapi Dilema
Tunda Investasi atau Ubah Status Hutan Lindung

SEDIKITNYA 150 perusahaan tambang menunda investasi di Indonesia, karena wilayah pertambangan yang sudah diberikan pemerintah ternyata ditetapkan sebagai kawasan hutan lindung. Pemerintah menghadapi dilema, apakah fungsi hutan lindung akan diubah menjadi hutan produksi, sebab harus memilih, mengubah kebijakan menjaga kelestarian hutan atau membiarkan untuk usaha pertambangan terbuka dengan risiko kerusakan lingkungan.Persoalan mandeknya investasi tambang akibat status hutan lindung, dipicu lahirnya Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 (UU No 41/1999) mengenai Kehutanan. Dalam UU tersebut sudah jelas penegasan bahwa tidak boleh dilaksanakan pertambangan terbuka di atas hutan lindung.
Pada Pasal 19 UU No 41/1999, Ayat (1) disebutkan bahwa "Perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan, ditetapkan oleh pemerintah dengan didasarkan pada hasil penelitian terpadu"; Ayat (2) disebutkan "perubahan peruntukan kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) yang berdampak penting dan cakupan luas, serta bernilai strategis, ditetapkan oleh pemerintah dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)"; Ayat (3) disebutkan bahwa "ketentuan tentang tata cara perubahan peruntukan kawasan hutan dan perubahan fungsi kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dan (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah".
Dalam penjelasan undang-undang tersebut, disebutkan bahwa penelitian terpadu dilaksanakan untuk menjamin obyektivitas dan kualitas hasil penelitian. Oleh karena itu, penelitian diselenggarakan oleh lem-baga pemerintah yang mempunyai kompetensi dan otoritas ilmiah bersama-sama dengan pihak lain yang terkait.
Sementara, yang dimaksud dengan berdampak penting dan cakupan yang luas serta bernilai strategis, adalah perubahan yang berpengaruh terhadap kondisi biofisik, seperti perubahan iklim, ekosistem, dan gangguan tata air, serta dampak sosial ekonomi masyarakat bagi kehidupan generasi sekarang dan generasi yang akan datang.
Dirjen Geologi dan Sumber Daya Mineral (GSDM) Wimpy S Tjetjep, mengakui, sektor pertambangan di Indonesia memang berada pada kondisi yang sangat sulit berkembang. Sektor pertambangan mendapat tantangan yang sangat besar bukan hanya dari lembaga swadaya masyarakat (LSM), namun datang dari pemerintah daerah (pemda) maupun departemen lain yang terkait.
Namun, tertahannya investasi dari 150 proyek tambang baru dan perluasan tambang, hanya salah satu masalah yang dihadapi oleh dunia pertambangan di Indonesia. Pada tahun 2001, industri pertambangan Indonesia juga menghadapi tantangan baru, di antaranya tekanan masalah harga mineral, situasi politik, ekonomi dan sosial yang berkelanjutan di Indonesia.
Bersamaan dengan ketidakpastian iklim perundang-undangan, tampaknya akan memberikan dampak negatif kepada industri pertambangan secara keseluruhan. Peraturan yang tumpang tindih, sering membuat pengusaha pertambangan kesulitan dalam melaksanakan kegiatannya.
Tidak dapat dimungkiri, perusahaan asing telah menjadi katalisator bagi pembangunan sebagian besar dari industri pertambangan Indonesia. Sebagai catatan penting, pada tahun ini keputusan tentang kasus divestasi PT Kaltim Prima Coal (KPC)-dimiliki bersama Rio Tinto dan BP-kemungkinan akan menimbulkan konsekuensi yang luas kepada industri, maupun bagi Indonesia dalam arti yang luas.
Masalah KPC yang dianggap dapat mengancam daya tarik Indonesia sebagai tujuan investasi pertambangan, adalah masalah gugatan Pemda Kalimantan Timur terhadap KPC atas kasus divestasi 51 persen saham KPC. Pemegang saham KPC menilai, langkah Pemda Kaltim yang mengajukan gugatan perdata sebagai cermin dari ancaman investasi bagi investor asing di Indonesia.
Direktur KPC, Lex Graefe, beberapa waktu lalu mengatakan, bila cara semacam ini terus dipakai oleh pemda, tidak mustahil para investor akan hengkang. Selain mencemaskan investor, tindakan tersebut juga dapat mengganggu jalannya investasi ke Indonesia di masa mendatang.
***
PADAHAL, tahun 2002 menjadi harapan, agar produksi tambang Indonesia dapat meningkat, khususnya dengan adanya peserta baru yang akan memaksimalkan operasinya. Dengan cara memanfaatkan kelebihan kapasitas industri, terutama di sektor batu bara dengan terjadinya perbaikan harga batu bara dunia belakangan ini.
Namun, banyak persoalan, khususnya pada produksi batu bara yang terpengaruh kegiatan penambangan tanpa izin (peti) yang jumlahnya belakangan ini meningkat secara signifikan di Indonesia. Khususnya pada sektor timah dan batu bara, kecuali pemerintah segera memberikan bantuan kepada perusahaan-perusahaan untuk mengatasi masalah ini.
Investasi dalam industri pertambangan Indonesia pada tahun 2002, juga diperkirakan akan merosot dengan tajam, khususnya dalam pengeluaran untuk pengembangan dan untuk aktiva tetap. Sementara itu, pengeluaran untuk eksplorasi dan studi kelayakan diperkirakan tetap berada pada tingkat rendah yang telah dialami sejak tahun 1997.
Hal ini menjadi gambaran, kurangnya proyek baru dan keinginan perusahaan pertambangan di Indonesia untuk memusatkan perhatian kepada operasi mereka yang telah mapan. Kondisi ini, diperkirakan akan berlanjut sampai adanya kejelasan mengenai iklim perundang-undangan, serta stabilnya situasi politik dan ekonomi Indonesia.
Dari survei yang dilakukan PricewaterhouseCoopers terhadap 32 perusahaan pertambangan yang telah berproduksi, dan lebih dari 250 perusahaan eksplorasi yang terlibat dalam eksplorasi di Indonesia selama tahun 1996-2000, menunjukkan pengeluaran industri tambang di Indonesia oleh responden terus merosot pada tahun 2000. Dibandingkan dengan pengeluaran tahun 1999 sebesar 2,53 milyar dollar AS, pengeluaran tahun 2000 turun 3 persen menjadi 2,46 milyar dollar AS.
Pengeluaran untuk eksplorasi dan studi kelayakan mengalami penurunan yang jauh lebih besar. Pada tahun 1999 pengeluaran untuk sektor itu mencapai nilai sebesar 77,9 juta dollar AS, tahun 2000 turun sebesar 14 persen menjadi 67,3 juta dollar AS. Angka pada tahun 2000 itu mencerminkan hanya 42 persen dari puncak pengeluaran untuk eksplorasi dan studi kelayakan yang terjadi pada tahun 1996, tercatat pengeluaran eksplorasi dan studi kelayakan dalam tahun 1996-2000 mencapai 556,7 juta dollar AS.
Jumlah pengeluaran eksplorasi dan studi kelayakan responden dalam persentase terhadap pengeluaran eksplorasi dunia tidak bergerak dari tahun sebelumnya, yaitu 2,9 persen. Dalam masa lima tahun tersebut, pengeluaran eksplorasi Indonesia umumnya mengikuti kecenderungan dunia dalam persentase yang hampir statis, berkisar 3,5 persen pada tahun 1996 sampai kepada yang terendah 2,7 persen pada tahun 1997.
Menurunnya pengeluaran eksplorasi ini menimbulkan keprihatinan, karena keberhasilan jangka panjang industri pertambangan Indonesia, bergantung kepada eksplorasi yang berkesinambungan dan penemuan, serta pengembangan endapan baru. Tingkat keberhasilan eksplorasi terhadap penemuan endapan yang ekonomis, beserta dengan lamanya proses penemuan sampai kepada produksi, menekankan pentingnya kegiatan eksplorasi dewasa ini.
Pengeluaran untuk pengembangan dan aktiva tetap, mencapai 847,8 juta dollar AS pada tahun 2000, atau turun sebesar 482,5 juta dollar AS dari tahun sebelumnya. Pengeluaran untuk pengembangan turun 48 persen menjadi 191,2 juta dollar AS dan pengeluaran untuk aktiva tetap turun 32 persen menjadi 656,6 juta dollar AS, karena perusahaan pertambangan memusatkan pengeluaran investasi mereka kepada proyek yang sudah "matang".
Program investasi utama yang dilaksanakan oleh perusahaan pertambangan dalam beberapa tahun terakhir ini, di antaranya perluasan Grasberg oleh Freeport dan Rio Tinto sebesar satu milyar dollar AS, perluasan fasilitas pengolahan Inco Soroako sebesar 0,6 milyar dollar AS dan Proyek Batu Hijau Newmont, sebesar dua milyar dollar AS.
Tingkat investasi yang direncanakan pada tahun 2001 menunjukkan penurunan 55 persen dari tingkat pengeluaran tahun sebelumnya, dan penurunan 36 persen dari pengeluaran aktual rata-rata dalam lima tahun sebelumnya. Penurunan jumlah investasi yang direncanakan dibandingkan dengan tahun lalu dengan rata-rata empat tahun sebelumnya terjadi dalam semua bagian investasi, terutama yang berhubungan dengan aktiva tetap dan pengembangan.
Sembilan perusahaan yang telah berproduksi dan tujuh perusahaan eksplorasi melaporkan rencana investasi tahun 2001 sebesar 413 juta-226,4 juta dollar AS untuk aktiva tetap. Lalu, 71,9 juta dollar AS untuk eksplorasi dan studi kelayakan, 74,7 juta dollar AS untuk kegiatan berhubungan dengan pertimbangan.
Penurunan yang signifikan pada rencana investasi tahun 2001 tersebut, sebagian mencerminkan kekurangpercayaan para investor. Hal ini disebabkan berlanjutnya ketidakstabilan politik dan ekonomi di Indonesia, serta ketidakpastian di sekitar pemberlakuan undang-undang pertambangan yang baru, dampak otonomi daerah, dan bentuk, serta isi kontrak pertambangan generasi berikutnya.
Namun, ada juga pos pengeluaran yang meningkat, sebab jumlah pembelian meningkat sebesar 38 persen menjadi 1.547,6 juta dollar AS pada tahun 2000. Peningkatan terjadi pada barang-barang yang diimpor oleh perusahaan maupun yang dibeli di dalam negeri. Masing-masing meningkat sebesar 46 persen menjadi 977,3 juta dollar AS dan 38 persen menjadi 567,4 juta dollar AS. Meningkatnya pembelian dalam negeri kembali memperlihatkan bahwa industri pertambangan terus mendukung ekonomi Indonesia.
Namun, kenapa pemerintah terkait tidak mencoba untuk berkoordinasi dalam upaya mempertahankan sektor ini tetap menarik, bagi investor lokal maupun asing. Tentunya tanpa harus mengabaikan hancurnya lingkungan, hanya karena ketidaktegasan hukum. Ditambah lemahnya keteguhan para pejabat publik untuk memberlakukan sanksi bagi perusahaan pertambangan yang jelas-jelas tidak kooperatif dengan lingkungan, masyarakat sekitar, dan kepentingan ekonomi negara. (Buyung Wijaya Kusuma)

sumber:http://d/perpustakaan.bappenas.go.idlontar/file?file=digital/blob/F14893/Pertambangan%20Indonesia%20Hadapi%20Dilema.htm

Tidak ada komentar:

Posting Komentar