Pengertian pertambangan dan gambaran
pertambangan di indonesia
Pengertian Tambang
1.
Suatu penggalian yang dilakukan di bumi untuk
memperoleh mineral (Hartman,1987)
2.
Lokasi kegiatan yang bertujuan memperoleh
mineral bernilai ekonomis (kamus istilah teknik pertambangan umum, 1994).
Pengertian Pertambangan
1.
Sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam
rangka penelitian,pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang
meliputi penyelidikan umum,eksplorasi,studi
kelayakan,konstruksi,penambangan,pengolahan dan pemurnian,pengangkutan dan
penjualan,serta kegiatan pesca tambang (UU No 4 Tahun 2009)
2.
Kegiatan,pekerjaan dan industri yang
berhubungan dengan ekstraksi mineral (Hartman,1987)
3.
ilmu pengetahuan,teknologi dan bisnis yang
berkaitan dengan industri pertambangan mulai dari
prospeksi,eksplorasi,evaluasi,penambangan,pengolahan,pemurnian sampai dengan
pemasarannya (kamus istilah teknik pertambangan umum,1994)
Pengertian Teknik Pertambangan
Suatu "seni"/rekayasa dan ilmu pengetahuan yang diterapkan pada proses penambangan dan operasional tambang (Hartman,1987)
Mineral
Benda padat anorganik dan homogen yang terbentuk secara alamiah,mempunyai sifat0sifat fisik dan kimia tertentu,dapat berunsur tunggal (Au,Cu,Ag) atu persenyawaan (NaCl, CaCO3)
Batubara
Endapan senyawa organik karbonan yang terbentuk secara alamiah dari sisa tumbuh-tumbuhan
Bijih
Mineral yang memiliki kegunaan dan nilai tertentu yang dapat diekstrak/ditambang secara menguntungkan (Hartman,1987)
Tahapan-tahapan kegiatan penambangan (berdasarkan UU No. 4 Tahun 2009) :
1.
Penyelidikan Umum,tahap kegiatan pertambangan
untuk mengetahui kondisi geologi regional dan indikasi adanya mineralisasi
2.
Eksplorasi,tahap kegiatan pertambangan untuk
memperoleh informasi secara terperinci dan teliti tentang
lokasi,bentuk,dimensi,sebaran,kualitas dan sumber daya terukur dari bahan
galian,serta informasi mengenai lingkungan sosial dan lingkungan hidup
3.
Studi Kelayakan,tahap kegiatan usaha
pertambangan untuk memperoleh informasi secara rinci seluruh aspek yang
berkaitan untuk menentukan kelayakan ekonomis dan teknis usaha
pertambangan,termasuk analisis mengenai dampak lingkungan serta perencanaan
pasca tambang
4.
Operasi Produksi,tahap kegiatan pertambangan
yang meliputi konstruksi,penambangan,pengolahan,pemurnian,termasuk pengangkutan
dna penjualan serta sarana pengendalian dampak lingkungan sesuai dengan hasil
studi kelayakan
5.
Konstruksi,kegiatan usaha pertambangan untuk
melakukan pembangunan seluruh fasilitas operasi produksi,termasuk pengendalian
dampak lingkungan
6.
Penambangan,bagian kegiatan usaha
pertambangan untuk memproduksi mineral dan/atau batubara dan mineral ikutannya
7.
Pengolahan dan Pemurnian,kegiatan usaha
pertambangan untuk meningkatkan mutu mineral dan/aau batubara serta untyk
memanfaatkan dan memperoleh mineral ikutan.
8.
Pengangkutan,kegiatan usaha pertambangan
untuk memindahkan mineral dan/atau batubara dari daerah tambang dan/atau tempat
pengolahan dan pemurnian sampai tempat penyerahan
9.
Penjualan,kegiatan usaha pertambangan untuk
menjual hasil pertamabangan mineral atau batubara
10.
Reklamasi,kegiatan yang dilakukan sepanjang
tahapan usaha pertambangan untuk menata,memulihkan dan memperbaiki kualitas
lingkungan dan ekosistem agar dapat berfungsi kembali sesuai peruntukannya
11.
Kegiatan Pascatambang,kegiatan
terencana,sistematis dan berkelanjutan setelah akhir sebagian atau seluruh
kegiatan usaha pertambangan untuk memulihkan fungsi lingkungan alam dan fungsi
sosial menurut kondisi lokal di seluruh wilayah penambangan
Pertimbangan Dasar Rencana Penambangan
Pertimbangan Ekonomis
1.
Cut Off Grade (COG) ,ada 2 pengertian dari
cut off grade yaitu :1)kadar endapan bahan galian terendah yang masih
menguntungkan apabila ditambang,2)kadar rata-rata terendah yang masih
menguntungkan apabila ditambang. Cut off grade inilah yang akan menentukan
batas-batas atau besarnya cadangan serta menentukan perlu tidaknya dilakukan
pencampuran (mixing/blending) antara endapan bahan galian yang berkadar tinggi
dengan berkadar rendah
2.
Break Even Stripping Ratio (BESR),yaitu
perbandingan antara biaya biaya penggalian endapan bijih (ore) dengan biaya
pengupasan tanah penutup (overburden)
Pertimbangan Teknis
1.
Penentuan ultimate pit limit,yaitu batas
akhir atau paling luar dari suatu tambang terbuka yang masih diperbolehkan
dengan kemiringan lereng yang masih aman.
2.
Pertimbangan struktur geologi yang dominan
yang terdiri dari 1) perlapisan dan perlipatan,2)sesar dan patahan,3)cleavage.
3.
Pertimbangan geometri yang terdiri dari
1)geometri jenjang,2)jalan tambang
4.
Stripping ratio (SR) yaitu perbandingan
antara jumlah bijih yang harus dipindahkan dengan jumlah batuan penutup
(overburden)
5.
Pertimbangan hidrologi dan hidrogeologi,yaitu
berupa sungai,air permukaan (air hujan) dan air tanah. Penanganannya dapat
berupa mine drainage (mencegah air masuk kedalam tambang) dan mine
dewatering(mengeluarkan air yang telah masuk kedalam tambang)
Sumber
: http://endah121.blogspot.com/2010/01/pengertian-tambangtahap-tahapnya.html
nah, bagaimana kondisi pertambangan di indonesia ?
menurut sumber
Pertambangan Indonesia Hadapi Dilema
Tunda Investasi atau Ubah Status Hutan
Lindung
SEDIKITNYA 150 perusahaan tambang menunda investasi di Indonesia, karena wilayah pertambangan yang sudah diberikan pemerintah ternyata ditetapkan sebagai kawasan hutan lindung. Pemerintah menghadapi dilema, apakah fungsi hutan lindung akan diubah menjadi hutan produksi, sebab harus memilih, mengubah kebijakan menjaga kelestarian hutan atau membiarkan untuk usaha pertambangan terbuka dengan risiko kerusakan lingkungan.Persoalan mandeknya investasi tambang akibat status hutan lindung, dipicu lahirnya Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 (UU No 41/1999) mengenai Kehutanan. Dalam UU tersebut sudah jelas penegasan bahwa tidak boleh dilaksanakan pertambangan terbuka di atas hutan lindung.
Pada Pasal 19 UU No 41/1999, Ayat (1)
disebutkan bahwa "Perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan,
ditetapkan oleh pemerintah dengan didasarkan pada hasil penelitian
terpadu"; Ayat (2) disebutkan "perubahan peruntukan kawasan hutan
sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) yang berdampak penting dan cakupan luas,
serta bernilai strategis, ditetapkan oleh pemerintah dengan persetujuan Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR)"; Ayat (3) disebutkan bahwa "ketentuan
tentang tata cara perubahan peruntukan kawasan hutan dan perubahan fungsi
kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dan (2) diatur dengan
Peraturan Pemerintah".
Dalam penjelasan undang-undang tersebut,
disebutkan bahwa penelitian terpadu dilaksanakan untuk menjamin obyektivitas
dan kualitas hasil penelitian. Oleh karena itu, penelitian diselenggarakan oleh
lem-baga pemerintah yang mempunyai kompetensi dan otoritas ilmiah bersama-sama
dengan pihak lain yang terkait.
Sementara, yang dimaksud dengan berdampak
penting dan cakupan yang luas serta bernilai strategis, adalah perubahan yang
berpengaruh terhadap kondisi biofisik, seperti perubahan iklim, ekosistem, dan
gangguan tata air, serta dampak sosial ekonomi masyarakat bagi kehidupan
generasi sekarang dan generasi yang akan datang.
Dirjen Geologi dan Sumber Daya Mineral (GSDM)
Wimpy S Tjetjep, mengakui, sektor pertambangan di Indonesia memang berada pada
kondisi yang sangat sulit berkembang. Sektor pertambangan mendapat tantangan
yang sangat besar bukan hanya dari lembaga swadaya masyarakat (LSM), namun
datang dari pemerintah daerah (pemda) maupun departemen lain yang terkait.
Namun, tertahannya investasi dari 150 proyek
tambang baru dan perluasan tambang, hanya salah satu masalah yang dihadapi oleh
dunia pertambangan di Indonesia. Pada tahun 2001, industri pertambangan
Indonesia juga menghadapi tantangan baru, di antaranya tekanan masalah harga
mineral, situasi politik, ekonomi dan sosial yang berkelanjutan di Indonesia.
Bersamaan dengan ketidakpastian iklim
perundang-undangan, tampaknya akan memberikan dampak negatif kepada industri
pertambangan secara keseluruhan. Peraturan yang tumpang tindih, sering membuat
pengusaha pertambangan kesulitan dalam melaksanakan kegiatannya.
Tidak dapat dimungkiri, perusahaan asing
telah menjadi katalisator bagi pembangunan sebagian besar dari industri
pertambangan Indonesia. Sebagai catatan penting, pada tahun ini keputusan
tentang kasus divestasi PT Kaltim Prima Coal (KPC)-dimiliki bersama Rio Tinto
dan BP-kemungkinan akan menimbulkan konsekuensi yang luas kepada industri,
maupun bagi Indonesia dalam arti yang luas.
Masalah KPC yang dianggap dapat mengancam
daya tarik Indonesia sebagai tujuan investasi pertambangan, adalah masalah
gugatan Pemda Kalimantan Timur terhadap KPC atas kasus divestasi 51 persen
saham KPC. Pemegang saham KPC menilai, langkah Pemda Kaltim yang mengajukan
gugatan perdata sebagai cermin dari ancaman investasi bagi investor asing di
Indonesia.
Direktur KPC, Lex Graefe, beberapa waktu lalu
mengatakan, bila cara semacam ini terus dipakai oleh pemda, tidak mustahil para
investor akan hengkang. Selain mencemaskan investor, tindakan tersebut juga
dapat mengganggu jalannya investasi ke Indonesia di masa mendatang.
***
PADAHAL, tahun 2002 menjadi harapan, agar
produksi tambang Indonesia dapat meningkat, khususnya dengan adanya peserta
baru yang akan memaksimalkan operasinya. Dengan cara memanfaatkan kelebihan
kapasitas industri, terutama di sektor batu bara dengan terjadinya perbaikan
harga batu bara dunia belakangan ini.
Namun, banyak persoalan, khususnya pada
produksi batu bara yang terpengaruh kegiatan penambangan tanpa izin (peti) yang
jumlahnya belakangan ini meningkat secara signifikan di Indonesia. Khususnya
pada sektor timah dan batu bara, kecuali pemerintah segera memberikan bantuan
kepada perusahaan-perusahaan untuk mengatasi masalah ini.
Investasi dalam industri pertambangan
Indonesia pada tahun 2002, juga diperkirakan akan merosot dengan tajam,
khususnya dalam pengeluaran untuk pengembangan dan untuk aktiva tetap.
Sementara itu, pengeluaran untuk eksplorasi dan studi kelayakan diperkirakan
tetap berada pada tingkat rendah yang telah dialami sejak tahun 1997.
Hal ini menjadi gambaran, kurangnya proyek
baru dan keinginan perusahaan pertambangan di Indonesia untuk memusatkan
perhatian kepada operasi mereka yang telah mapan. Kondisi ini, diperkirakan
akan berlanjut sampai adanya kejelasan mengenai iklim perundang-undangan, serta
stabilnya situasi politik dan ekonomi Indonesia.
Dari survei yang dilakukan PricewaterhouseCoopers
terhadap 32 perusahaan pertambangan yang telah berproduksi, dan lebih dari 250
perusahaan eksplorasi yang terlibat dalam eksplorasi di Indonesia selama tahun
1996-2000, menunjukkan pengeluaran industri tambang di Indonesia oleh responden
terus merosot pada tahun 2000. Dibandingkan dengan pengeluaran tahun 1999
sebesar 2,53 milyar dollar AS, pengeluaran tahun 2000 turun 3 persen menjadi
2,46 milyar dollar AS.
Pengeluaran untuk eksplorasi dan studi
kelayakan mengalami penurunan yang jauh lebih besar. Pada tahun 1999
pengeluaran untuk sektor itu mencapai nilai sebesar 77,9 juta dollar AS, tahun
2000 turun sebesar 14 persen menjadi 67,3 juta dollar AS. Angka pada tahun 2000
itu mencerminkan hanya 42 persen dari puncak pengeluaran untuk eksplorasi dan
studi kelayakan yang terjadi pada tahun 1996, tercatat pengeluaran eksplorasi
dan studi kelayakan dalam tahun 1996-2000 mencapai 556,7 juta dollar AS.
Jumlah pengeluaran eksplorasi dan studi
kelayakan responden dalam persentase terhadap pengeluaran eksplorasi dunia
tidak bergerak dari tahun sebelumnya, yaitu 2,9 persen. Dalam masa lima tahun
tersebut, pengeluaran eksplorasi Indonesia umumnya mengikuti kecenderungan
dunia dalam persentase yang hampir statis, berkisar 3,5 persen pada tahun 1996
sampai kepada yang terendah 2,7 persen pada tahun 1997.
Menurunnya pengeluaran eksplorasi ini
menimbulkan keprihatinan, karena keberhasilan jangka panjang industri
pertambangan Indonesia, bergantung kepada eksplorasi yang berkesinambungan dan
penemuan, serta pengembangan endapan baru. Tingkat keberhasilan eksplorasi
terhadap penemuan endapan yang ekonomis, beserta dengan lamanya proses penemuan
sampai kepada produksi, menekankan pentingnya kegiatan eksplorasi dewasa ini.
Pengeluaran untuk pengembangan dan aktiva
tetap, mencapai 847,8 juta dollar AS pada tahun 2000, atau turun sebesar 482,5
juta dollar AS dari tahun sebelumnya. Pengeluaran untuk pengembangan turun 48
persen menjadi 191,2 juta dollar AS dan pengeluaran untuk aktiva tetap turun 32
persen menjadi 656,6 juta dollar AS, karena perusahaan pertambangan memusatkan
pengeluaran investasi mereka kepada proyek yang sudah "matang".
Program investasi utama yang dilaksanakan
oleh perusahaan pertambangan dalam beberapa tahun terakhir ini, di antaranya
perluasan Grasberg oleh Freeport dan Rio Tinto sebesar satu milyar dollar AS,
perluasan fasilitas pengolahan Inco Soroako sebesar 0,6 milyar dollar AS dan
Proyek Batu Hijau Newmont, sebesar dua milyar dollar AS.
Tingkat investasi yang direncanakan pada
tahun 2001 menunjukkan penurunan 55 persen dari tingkat pengeluaran tahun
sebelumnya, dan penurunan 36 persen dari pengeluaran aktual rata-rata dalam
lima tahun sebelumnya. Penurunan jumlah investasi yang direncanakan
dibandingkan dengan tahun lalu dengan rata-rata empat tahun sebelumnya terjadi
dalam semua bagian investasi, terutama yang berhubungan dengan aktiva tetap dan
pengembangan.
Sembilan perusahaan yang telah berproduksi
dan tujuh perusahaan eksplorasi melaporkan rencana investasi tahun 2001 sebesar
413 juta-226,4 juta dollar AS untuk aktiva tetap. Lalu, 71,9 juta dollar AS
untuk eksplorasi dan studi kelayakan, 74,7 juta dollar AS untuk kegiatan
berhubungan dengan pertimbangan.
Penurunan yang signifikan pada rencana
investasi tahun 2001 tersebut, sebagian mencerminkan kekurangpercayaan para
investor. Hal ini disebabkan berlanjutnya ketidakstabilan politik dan ekonomi
di Indonesia, serta ketidakpastian di sekitar pemberlakuan undang-undang
pertambangan yang baru, dampak otonomi daerah, dan bentuk, serta isi kontrak
pertambangan generasi berikutnya.
Namun, ada juga pos pengeluaran yang
meningkat, sebab jumlah pembelian meningkat sebesar 38 persen menjadi 1.547,6
juta dollar AS pada tahun 2000. Peningkatan terjadi pada barang-barang yang
diimpor oleh perusahaan maupun yang dibeli di dalam negeri. Masing-masing
meningkat sebesar 46 persen menjadi 977,3 juta dollar AS dan 38 persen menjadi
567,4 juta dollar AS. Meningkatnya pembelian dalam negeri kembali
memperlihatkan bahwa industri pertambangan terus mendukung ekonomi Indonesia.
Namun, kenapa pemerintah terkait tidak
mencoba untuk berkoordinasi dalam upaya mempertahankan sektor ini tetap
menarik, bagi investor lokal maupun asing. Tentunya tanpa harus mengabaikan
hancurnya lingkungan, hanya karena ketidaktegasan hukum. Ditambah lemahnya
keteguhan para pejabat publik untuk memberlakukan sanksi bagi perusahaan
pertambangan yang jelas-jelas tidak kooperatif dengan lingkungan, masyarakat
sekitar, dan kepentingan ekonomi negara. (Buyung Wijaya Kusuma)
sumber:http://d/perpustakaan.bappenas.go.idlontar/file?file=digital/blob/F14893/Pertambangan%20Indonesia%20Hadapi%20Dilema.htm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar